GROUNDBREAKING pembangunan Subang Smartpolitan yang merupakan bagian dari rangkaian acara West Java Investment Summit (WJIS) 2020 telah dilakukan. Adalah PT Surya Semesta Internusa Tbk (SSIA) melalui anak usahanya PT Suryacipta Swadaya (Suryacipta) yang memulai pembangunan kota mandiri tersebut. Subang Smartpolitan yang berada di kecamatan Cipeundeuy menempati area seluas 2.700 hektar yang direncanakan untuk lot industri seluas 1.060 hektar, area komersial 206 hektar, residensial 257 hektar, dan ruang terbuka hijau (RTH) dan ruang publik meliputi 200 hektar.
Kota mandiri ini merupakan satu dari 13 kota baru lain di wilayah pengembangan Metropolitan Rebana Cirebon, Patimban dan Majalengka dengan konsep Live, learn, work, play, and entertain. Groundbreaking ini merupakan awal dari pengembangan fase pertama yang mencakup 400 hektar dari total lahan seluas 2.700 hektar. Nilai investasi mencapai lebih dari Rp 8 triliun. Pembangunan Subang Smartpolitan ini menggenapi jumlah realisasi investasi asing dan dalam negeri di Jawa Barat pada Kuartal III-2020 senilai Rp 28,4 triliun atau 13,16% dari total realisasi investasi. Tentu saja angka tersebut merupakan angka tertinggi di Indonesia. (Kompas.com, 18/11/2020)
SSIA juga telah menerima joint operation bersama perusahaan asal Jepang untuk mengembangkan Subang pada fase berikutnya. Menjadi sebuah pertanyaan darimana pendanaan untuk membangun megaproyek tersebut? untuk pembangunan tahap I ini, SSIA memperoleh pinjaman dari International Finance Corporation (IFC) senilai US$ 100 juta atau Rp 1,38 triliun. IFC merupakan anggota Word Bank yang diatur oleh 184 negara anggotanya dan berkantor di Washington DC. Dengan demikian, pendanaan itu berasal dari utang asing.
Bagi negara yang menganut asas ekonomi sekuleris, utang berbasis riba untuk pembangunan infrastruktur merupakan sebuah keniscayaan. Sudah menjadi rahasia umum, bahwa utang mampu menjerat bangsa-bangsa yang menjadi debitor kepada kreditor. Pengadaian asset bangsa seperti pelabuhan, perusahaan-perusahaan negara bahkan berbagai kebijakan sebuah negara dipengaruhi oleh keputusan kreditor, misalnya aturan keberadaan tenaga kerja asing dan supply bahan baku industri yang harus berasal dari kreditor. Inilah imprealisme gaya baru.
Di sisi lain, kawasan kota baru tersebut diproyeksikan dapat menciptakan 4,3 juta lapangan pekerjaan khususnya diharapkan dapat menyerap 59.000 warga Subang yang masih menganggur. Menjadi sebuah catatan, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS) bahwa mayoritas angkatan kerja di Kabupaten Subang berasal dari lulusan Sekolah Dasar (SD).
Ini tentu saja menjadi sebuah warning bagi penguasa setempat untuk mempersiapkan warganya menghadapi kondisi era industrialisasi, Jangan sampai mereka hanya menjadi penonton di tanahnya sendiri atau buruh-buruh murah yang bargaining rendah di mata investor. Bagaimana pun, skill pada wilayah industri akan berbeda dengan kondisi agraris. Tantangan bagi para pemangku kebijakan untuk menunjukkan keberpihakannya pada rakyatnya sendiri yang telah memilih para pemimpinnya.
Lalu bagaimana Islam mengatur pembangunan termasuk di dalamnya konsep smart city dengan berbagai teknologi seperti IoT (Internet of Things), 5G, termasuk teknologi autonomous cars. Islam mendorong para penguasa negeri untuk melayani rakyatnya (ri’ayyah) seoptimal mungkin karena bagian bentuk pertanggungjawaban kelak di Yaumil Hisab. Hanya saja yang menjadi sebuah catatan bahwa pendanaan untuk pembangunan berbagai infrastruktur berasal dari kas Baitul Mal bukan dari investor dengan riba yang mengikat. Justru ini semakin menunjukkan kemandirian suatu negara dan kemerdekaan dalam menentukan nasib negara dan rakyatnya tanpa direcoki oleh kepentingan investor.
Keberadaan Baitul Mal dengan berbagai kas-kas pemasukan hanya dikenal pada sistem ekonomi Islam yang dipayungi oleh sistem politik Islam. Contoh real dalam kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab r.a. yang membangun jalan untuk mempermudah akses bagi warganya menggunakan dana dari Baitul Mal. Amirul Mukminin juga memperbanyak jumlah alat transportasi untuk mempermudah pergerakan warga di wilayah Syam terutama bagi yang tidak memiliki kendaraan. Pembangunan rumah singgah dilengkapi berbagai makanan dan minuman untuk musafir di jalur Mekah-Madinah. Semua diberikan secara cuma-cuma demi rakyatnya.
Saatnya untuk beralih kepada sistem ekonomi dan sistem politik Islam dalam pembangunan demi izzah (kemuliaan) bagi kaum muslim. **
Penulis adalah Agustina Suhardi (Praktisi Pendidikan)