ADHIKARYA PARLEMEN
BANDUNG, elJabar.com – Persoalan regenerasi pertanian, bukan saja pada persoalan lahan, tapi juga pada sumber daya petaninya itu sendiri. Sehingga berbicara seputar pertanian, memang persoalan yang cukup pelik dan sangat kompleks. Mengingat masalah pertanian banyak terkait banyak hal.
Komposisi penduduk milenial di Jawa Barat mencapai 26,07 persen dari total jumlah penduduk di Jabar yang mencapai 48,27 juta jiwa. Sementara secara nasional, jumlah kelompok milenial berada di angka 25,87 persen. Dengan begitu kelompok milenial di Jabar lebih tinggi dari jumlah klasifikasi secara nasional.
Apabila dilihat dari jumlah potensinya menurut Anggota Komisi 2 DPRD Jawa Barat, Mirza Agam, bisnis pertanian bisa dikatakan cukup menggiurkan. Hanya saja, pertanian menjadi salah satu bidang ekonomi yang cukup kompleks permasalahannya. Untuk regenerasi petani muda, program ini bagus. Bisnis yang cukup potensial.
“Harus diperhatikan rantai bisnis dan perdagangan komoditas pertanian. Karena itu masalah yang kompleks. Perlu kejelasan, seperti apa skenario jangka menengahnya,” ujar Mirza Agam, kepada elJabar.com.
Program petani milenial yang sempat diluncurkan Pemprov Jabar, diharapkan dapat merubah mindset anak muda soal pekerjaan tani. Misalnya mereka lebih bisa beradaptasi dengan teknologi, sehingga akan ada penemuan-penemuan baru, varietas baru, jaringan pemasaran yang lebih inovatif, gaya kemasan yang beragam, dan adaptasi pemasaran secara online yang lebih maju.
Apabila melihat potensi pertanian Jabar yang begitu potensial dan kondisi sumberdaya manusia yang minim regenerasi, maka regenerasi sumber daya petani menjadi sesuatu yang urgen bagi Jawa Barat.
“Regenerasi pertanian ini merupakan sesuatu yang terbilang urgen. Ini semua memang butuh proses yang tidak mudah untuk mengadopsikan kelompok penduduk milenial, dengan aktivitas pertanian di pedesaan,” jelasnya.
Selain memang cukup potensial, juga harus di ingat soal tantangan milenial yang jumlahnya 26,07 persen dari total penduduk di Jabar itu. Potensi yang besar akan berbanding jika minat menjadi petani milenial kurang.
Berapa banyak potensi penduduk klasifikasi milenial yang tertarik dan mau menjadi petani milenial? Generasi milenial dihadapkan pada keseharian dan ketertarikan pada hal-hal yang bersentuhan dengan digital teknologi dan praktis. Selain mereka yang tinggal di pedesaan, jarang sekali mereka bersentuhan dengan aktivitas pertanian.
“Kalau bicara keuntungan, semestinya usaha di bidang pertanian dapat menguntungkan. Tapi setidaknya masa depan pertanian Jawa Barat juga, bisa tambah maju dengan program ini,” ujarnya.
Bicara negara-negara yang masyarakatnya kaya dari sektor pertanian bisa kita lihat dari Selandia Baru, usaha pertanian dan peternakan di sana mampu membuat masyarakatnya sejahtera. Di Indonesia, kita defisit berbagai komoditas pangan, artinya di situ ada potensi pasar.
Hadirnya milenial dalam dunia pertanian, diharapkan tidak hanya merubah jumlah petani dan pelaku usaha pertanian saja, tetapi jauh dari itu ada upaya memperbaiki rantai nilai serta keuntungan menjadi petani itu sendiri.
Untuk memperbaiki keuntungan usaha pertanian menurut Mirza Agam yang juga merupakan Anggota Fraksi Gerindra DPRD Jabar, problemnya tidak sedikit. Bagaimana keuntungan dari hasil jual komoditas pertanian mampu meningkatkan keuntungan yang didapat petani.
Selama ini yang menikmati keuntungan lebih besar bukan petani, tetapi pelaku usaha perdagangan komoditas pertanian. Meskipun ada banyak yang berhasil, namun kasus curhatnya petani milenial angkatan pertama yang dikejar setoran bank sehingga menjadi viral di medsos, hendaknya jadi bahan evaluasi bagi Pemprov Jabar.
“Masalah pertanian bukan hanya soal memasukan dan mendorong semakin banyak petani, tetapi juga memperbaiki jalur distribusinya atau tata niaga. Akhirnya dari harga komoditas pertanian yang terbentuk di pasar, bisa dinikmati petani,” pungkasnya. (muis)