BANDUNG, eljabar.com — Belum lagi Majelis Hakim yang diketuai T Benny Eko Supriyadi membacakan amar putusan, gestur tubuh Kadar Slamet sudah nampak gelisah. Berkali-kali pandangan pria berusia 60 tahun itu menatap kosong ke arah langit-langit ruang sidang PN Tipikor Bandung. Sesekali Kadar Slamet menggeleng-gelengkan kepalanya saat mendengarkan uraian majelis hakim. Mimik kekecewaan pun terekam jelas di wajah mantan angggota DPRD Kota Bandung 2009-2014 tersebut.
Puncaknya, mantan politisi Partai Demokrat itu, begitu terpukul ketika palu majelis hakim menjatuhkan hukuman penjara selama 5 tahun dan denda Rp 400 juta subsider 6 bulan kurungan plus pembayaran uang pengganti (PUP) sebesar Rp 9,2 miliar. Kadar seolah tidak percaya jika vonis majelis hakim lebih tinggi dari tuntutan jaksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menuntutnya selama 4 tahun dan denda Rp 150 juta subsider 6 bulan kurungan. PUP yang diputuskan majelis hakim juga lebih tinggi dari tuntutan Rp 5,8 miliar.
Dalam amar putusannya, majelis hakim juga menolak permohonan justice collaborator (JC) Kadar Slamet yang dikabulkan jaksa KPK dalam tuntutannya. Pandangan majelis hakim, Kadar Slamet merupakan pelaku utama dalam tindak pidana korupsi yang merugikan negara Rp 69,6 miliar, bersama-sama dengan terdakwa Tomtom Dabbul Qomar dan Herry Nurhayat.
Dalam uraian putusannya, majelis hakim menyatakan Kadar Slamer dan Tomtom Dabbul Qomar terbukti bersalah dan meyakinkan telah melanggar pasal 3 ayat 1 UU Tipikor.