PPDB di Sumedang Diwarnai Pungli, Bermodus Jual Baju Seragam
Laporan : Kiki Andriana
SUMEDANG, eljabar.com — Sejumlah orang tua murid mempertanyakan tentang kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak sekolah SMP Negeri 2 Jatinangor, Kabupaten Sumedang.
Orang tua murid menuding jika pihak sekolah tersebut telah melakukan praktik pungutan liar (Pungli) dengan dalih menjual sejumlah perlengkapan sekolah dan seragam sekolah saat Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) 2018.
Menurut informasi yang kami himpun, sejumlah orang tua murid mengeluh terhadap kebijakan sekolah yang telah mematok biaya pendaftaran sebesar 1.220.000 rupiah. ” Pihak sekolah berdalih, biaya sebesar itu diperuntukan untuk membeli seragam sekolah, yakni, Seragam Olah raga, Baju Muslim, Kebaya, Seragam Batik Sekolah, Baju Pramuka, Seragam Putih Biru, Topi, Jilid raport, dan atribut sekolah lainnya.
Sementara itu, Dedi Irawan (44), salah satu orang tua murid SMPN 2 Jatinangor mengatakan dengan adanya praktik jual beli sejumlah peralatan sekolah, ” saya merasa keberatan oleh kebijakan sekolah yang telah mematok harga perlengkapan sekolah yang menurut saya harganya sangat mahal dan juga bukan masalah harganya saja yang mahal, tetapi seperti praktik menjual paksa terhadap orang tua murid, ” kata Dedi kepada eljabar.com saat ditemui di kampus SMPN 2 Jatinangor, Desa Cisempur, Kec. Jatinangor, Kabupaten Sumedang, Senin (16/7/2018).
Dedi membeberkan, setelah saya mengetahui adanya uang pendaftaran sebesar 1.220.000 rupiah, saya pun kaget, ini kan sekolah pemerintah,walaupun saya belum membayar lunas, saya dan orang tua murid lainnya pun tidak diberi rincian harga dan kwitansi pembayaran. Dengan biaya sekolah yang saya anggap mahal ini, saya pun sudah menyampaikan protes kepada komite sekolah SMPN 2 Jatinangor, saya bertanya kepada beliau kenapa bisa mahal seperti ini, uang tersebut untuk apa saja, saya pun meminta rinciannya kepada beliau, namun beliau tidak memberikan rincian harga.
“Jika melihat seperti ini, ya jelas menurut hemat saya. pihak sekolah seolah telah melakukan praktik jual paksa terhadap orang tua murid,” ungkapnya.
Padahal, menurut Dedi, saya sudah membeli semua perlengkapan sekolah anak saya, namun sekolah tetap saja mengharuskan saya untuk membeli perlengkapan sekolah dari sekolah. ” jujur saya probadi keberatan, tetapi saya terpaksa membelinya. “Menekan mah tidak, namun pas saya melakukan daftar ulang, pihak sekolah hanya memberikan keterangan mau dibayar langsung atau mau dibayar separo dulu, tanpa memberikan keterangan mengenai rincian harga, pihak sekolah hanyaemberikan keterangan total yang hars dibayar sejumlah 1.220.000 rupiah,” kata dia.
Berbeda dengan orang tua murid lainnya, Uun Kurnaesih (40), pihaknya tidak merasa keberatan terhadap kebijakan sekolah yang telah menyediakan seragam sekolah, dan sejumlah peralatan sekolah lainnya.
Soalnya, lanjut Uun, saat saya membeli seragam dan peralatan sekolah lainnya diluar sekolah, harganya malah lebih mahal dari sekolah, baju seragam yang ke atasnya saja mencapai 100 rb lebih,belum termaauk celananya, seragam batik kan tidak dijual belikan diluar sekolah, dan harga sepatu yang biasa saja harganya 150 ribu kalo di luar sekolah,” cetusnya.
Saya sudah membeli semua peralatan sekolah di luar sekolah, tapi saya membeli lagi di sekokah, ” Ya hitung hitung buat salin anak saja, kalau saya pribadi saya mengikuti saja arahan dari sekolah. “Yang penting anak saya belajarnya yang benar dan teryunjang oleh fasilitaa sekolah, ” katanya.
Sementara itu, Asep Rohendi, Kepala Sekolah SMPN 2 Jatinangor membantah jika pihaknya telah melakukan pungutan liar terhadap orang tua murid.
“Membeli seragam dan sepatu di sekolah itu sifatnya tidak diwajibkan, mau beli diluar sekilah boleh, mau beli di sekilah boleh, namun sesuai intruksi dari Dinas Pendidikan Kabupaten Sumedang, agar seragam dan untuk memacu kedisiplinan anak didik, maka sekolah menyediakan seragam, seperti seragam olah raga, seragam batik dan atribut lainnya, namun kalau sepatu dan seragam putih biru orang tua murid bisa membeli di luar sekolah, soalnya diluar sekolah pun banyak yang menjualnya, asalkan warna dan jenis sepatunya sama, namun kalau seragam batik dan baju olah raga tidak ada menjual di luar sekolah, semua harus seragam karena mengenai seragam olah raga dan seragam batik harus sama warnanya dan itupun sesuai arahan dari Dinas Pendidikan,” ujarnya
Ditambahkan Asep, tadi ada orang tua murid yang bertanya kepada saya kenapa sekolah pemerintah masih harus membayar dan kenapa saat melakukan pembayaran tidak dilampirkan rincian harga dan kwitansinya, dan tadi pun sudah saya jawab langsung kepada orang tua murid, mengenai sistem PPDB dan mengenai rincian harga dan kwitansi pasti akan dilampirkan jika proses PPDB sudah selesai,” tandasnya.
Namun jika mengacu kepada Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 87 Tahun 2016 tentang Satuan Tugas Sapu Bersih Pungli. “Apapun alasannya, pihak sekolah tidak dibenarkan menjual pakaian sekolah di sekolah,” jelasnya. (*)