BANDUNG, elJabar.com – Sejumlah vendor yang siap menjadi mitra mandiri Badan Gizi Nasional (BGN) dalam program makan bergizi gratis (MBG) menilai kebijakan BGN dalam menentukan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) sangat lambat dan tidak memberikan jaminan kepastian bagi calon mitra mandiri yang berminat untuk menjalin kerjasama dalam membuka dapur.
Sejumlah vendor yang sudah mengajukan kesiapan sebagai calon mitra mandiri, bersedia membangun dapur dan menyiapkan fasilitas penunjang lainnya sesuai dengan ketentuan dari pihak BGN.
Namun pihak vendor butuh kepastian dari usulan yang disampaikan ke BGN, setelah lolos verifikasi dan sebelum membangun dapur serta pengadaan fasilitas lainnya, ada semacam jaminan kepastian tidak akan ada pergeseran kuota oleh vendor lain.
“Kita butuh jaminan kepastian, dimana saat kita sedang membangun dapur dan menyiapkan fasilitas lainnya, tidak digeser oleh calon mitra lain pada titik lokasi yang sama. Dan kita bisa dijadikan mitra setelah siap segalanya. Lahan kita sudah ada dan siap dibangun. Tapi kami butuh jaminan tadi,” tandas salah seorang vendor dari Kabupaten Bandung, Dedi Rundana, kepada elJabar.com, Selasa (4/3/2025).
Lahan yang dibutuhkan untuk membangun titik dapur sudah disipakan oleh pihak vendor sesuai juklak dari BGN. Namun menurut Dedi Rundana, pihaknya masih belum dapat kepastian seperti apa langkah berikutnya.
“Saya heran, kenapa BGN sangat lambat dalam menyambut usulan kami sebagai calon mitra mandiri BGN. Lahan kami ada dan kami siap membangun. Kalau BGN bisa menjemput usulan kami seperti ini, ini bisa mempercepat pemenuhan target dapur dari BGN. Sehingga harapan Pak Presiden bisa tercapai,” ujar Dedi.
Sebagaimana disampaikan Kepala Badan Gizi Nasional Dadan Hindayana kepada media massa, bahwa pemerintah butuh anggaran Rp 25 triliun per bulan untuk membagikan makan bergizi gratis terhadap 82,9 juta orang penerima.
Jika cakupan penerima meningkat menjadi 82,9 juta orang, maka menurut Dadan Hindayana, anggaran yang dibutuhkan mencapai Rp 25 triliun per bulan. Namun itu baru akan dimulai di September, Oktober, November dan Desember 2025.
Sedangkan saat ini menurut Dadan Hindayana, pemerintah mematok anggaran untuk 3 juta penerima manfaat berada di kisaran Rp 1 triliun per bulan. Namun, dengan rencana percepatan, anggaran tersebut akan meningkat drastis mulai September hingga Desember 2025.
Ia juga memastikan bahwa anggaran Rp 71 triliun sudah dialokasikan untuk program ini di tahun 2025, dan tambahan Rp 25 triliun per bulan akan diusulkan untuk memenuhi kebutuhan program.
Saat ini, sudah ada 726 Satuan Pengelola Pengelolaan Gizi (SPPG) yang melayani lebih dari 2 juta penerima manfaat. (MI)